Bitung – Aroma tidak sedap menyerang Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Bau menyengat yang sangat mengusik itu diduga berasal dari limbah PT. Futai Sulawesi Utara. Hal itu dikeluhkan masyarakat di lingkar perusahaan, Senin (12/08/2024).
Warga Lingkungan Tiga, Kelurahan Tanjung Merah, Ruben Lengkong, mengatakan aroma busuk itu ada sejak PT. Futai Sulawesi Utara beroperasi. Terutama sekitar satu bulan lebih belakangan. Kadang mesin perusahaan itu terdengar hidup dan kadang tidak, dikarenakan macet.
Limbah perusahaan dibuang ke arah pantai. Sempat ada keluhan dari warga yang tinggal di daerah pantai. Mereka mengeluh tanaman kangkung yang rusak.
“Di sini kami tinggal sangat dekat dengan dinding perusahaan. Di mana bak penampungannya hanya dekat dengan aliran air dan jaraknya tidak jauh dari rumah kami. Sempat saya bertanya ke adik saya yang kerja di Futai, kenapa bak penampungan itu tidak pernah ditutup. Dia menjawab, posisi bak itu harus terbuka karena kalau tertutup dia akan meledak atau meletup. Itu isinya semacam gas semua,” ucap Lengkong.
“Untuk kebersihan lingkungan di sini kami tetap jaga. Tapi dari segi udara, sudah tercemar. Kami menghirup aroma busuk itu. Tidak ada gunanya kita menjaga lingkungan bersih, kalau udaranya tidak sehat,” sambungnya.
Dijelaskan, beberapa waktu lalu kelurahan mereka mendapat juara satu di tingkat provinsi. Nyatanya, mendapat juara satu tapi lingkungan udara mereka sudah tidak sehat.
Warga sempat beberapa kali melakukan protes di perusahaan mengenai limbah ini, tapi tidak direspons.
“Ini aromanya busuk sekali. Kadang kami susah tidur, karena baunya tidak enak untuk dihirup. Sudah beberapa kali kami menyuarakan itu, tetapi tidak digubris.” ungkap Lengkong.
Ia menuturkan, air dan laut adalah ciptaan Tuhan dan bukan tempat untuk membuang kotoran, termasuk limbah yang dialirkan ke arah laut. Sebab itu juga dapat merusak ekosistem di laut. Contohnya, ikan-ikan akan mati atau tidak akan datang lagi di wilayah sekitar tempat limbah itu dibuang.
“Saya juga nelayan, yang pasti saya tahu dampak apa yang akan dirasakan. Sangat disayangkan akan hal itu terjadi,” keluhnya.
Ia menegaskan, jika masih ada aroma tidak sedap seperti ini, seharusnya perusahaan berhenti dulu untuk beroperasi.
“Kalau mau pergi ke arah pantai, itu di pesisir pantai bisa dilihat limbahnya. Itu seperti kotoran binatang yang baunya busuk sekali. Sempat terpikir kalau boleh perusahaan bayar saja tanah ini, tapi teringat pesan dari orang tua, apapun yang terjadi kami harus tetap tinggal di Tanjung Merah,” tegasnya.
Ia berharap, pemerintah bisa mencari solusi soal jalur pembuangan limbah atau bagaimana agar penguapan itu bisa jadi lebih baik.
“Harapannya, semoga masalah ini cepat terselesaikan dengan baik. Kalau soal bunyi mesin, ini sudah tidak jadi masalah. Karena kami sudah terbiasa mendengar bisingnya, tapi aroma busuk itu yang jadi permasalahannya,” ujar Lengkong
Senada disampaikan, masyarakat kelurahan Tanjung Merah lain. Ia mengakui, aroma dari perusahaan itu sangat tidak enak untuk dihirup. Masyarakat sekitar benar-benar sulit untuk bernafas lega.
“Minta ampun aromanya. Apalagi di sekitaran jam 2 dan 3 subuh, saat mereka membuang limbahnya. Meskipun sudah tutup hidung, aroma limbah itu tetap menusuk. Terasa seperti mau mati,” ucap seorang ibu yang masih enggan menyebutkan nama, karena khawatir mendapat tekanan dari pemerintah setempat.
Diungkapkan, aroma tidak sedap itu mulai tercium sejak 4 bulan lalu, di saat perusahaan mulai beroperasi. Namun kondisinya makin parah hampir dua bulan belakangan.
“Sudah terlalu menderita kami di sini, karena limbah ini,” keluhnya.
Dijelaskan, warga sempat menegur mereka mengenai limbah itu. Karena tambak peliharaan ikan mereka tercemar dan sudah ada ikan yang mati. Tapi itu belum seberapa. Kondisi lebih parah di 2 bulan berjalan ini, aroma busuk itu baunya sangat mencekik.
Warga sempat mengeluhkan kondisi itu di media sosial melalui komentar di grup WA ‘RT Sepakat’, agar dapat direspons. Tapi hingga saat ini mereka tidak tahu kelanjutannya.
“Belum ada yang respons, makanya masih tetap tercium aromanya. Mungkin kalau pemerintah setempat sudah ada gerakan, pastinya aroma tidak enak ini sudah tidak ada lagi,” ujar sumber.
“Waktu lalu sempat ada pertemuan dari kecamatan. Lurah meminta agar diberikan waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah ini, tapi hingga kini sudah masuk dua bulan tetap masih sama kondisinya. Tidak ada perubahan,” bebernya.
Ia menegaskan, perusahaan jangan dulu berproduksi, selesaikan dulu masalah limbah ini. Perusahaan juga harus memberikan respons soal bagaimana dengan tindak lanjut mereka terkait masalah ini.
“Kalau ini hanya kami diamkan, mereka akan bikin ulah terus,” tegasnya.
“Maka dari itu, kami harus terus berusaha. Bersyukur ada kalian teman-teman media yang dapat membantu kami menyuarakan ke pihak perusahan, agar dapat mengerti dengan keluhan kami masyarakat sekitar sini. Supaya kami bisa hidup dengan tenang dan aman. Kami ini sudah masuk kategori usia lanjut, tidak mungkin kami harus menghirup aroma busuk seperti ini setiap hari. Belum waktunya untuk mati, tapi terasa seperti akan mati cepat,” keluh sumber kepada jurnalis.(Reinhard Loris)