Warga Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung, Sulawesi Utara, terus merintih. Sekian lama bertahan dari serangan aroma busuk yang datang dari PT. Futai Sulawesi Utara.
Keluhan masyarakat itu ditanggapi Marlin Lengkong, Lurah Tanjung Merah, Selasa (13/08/24). Diakui, kasus itu sudah terjadi sejak lama.
“Berita ini sudah dari lama, semenjak Futai melakukan tes uji coba beroperasi. Sudah segala media angkat, setiap bulan pasti ada keluhan,” ucap Lengkong, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Ia menampik jika pemerintah seakan tidak bergerak merespons keluhan warga.
“Sebagai informasi saja, karena saya baca berita ini seakan-akan pihak pemerintah tidak bergerak. Saya juga pemerintah sekaligus masyarakat yang sama-sama terdampak,” tulis Lengkong.
Pemerintah sendiri sudah memberikan peringatan kepada pihak perusahaan yang dinilai menjadi biang kerok persoalan tersebut.
“Dengan Futai sendiri kami sudah melakukan beberapa kali pertemuan, baik melibatkan masyarakat dan Dinas Lingkungan Hidup. Minggu lalu sampai minggu ini, kami pemerintah setempat bersama Dinas Lingkungan Hidup dan tim percepatan Pak Wali, selalu turun di semua perusahaan untuk berikan warning ke perusahaan terhadap limbah-limbah yang dihasilkan agar boleh diperhatikan untuk tidak mencemari lingkungan,” ungkapnya.
Menurutnya, PT. Futai Sulawesi Utara sendiri juga sampai saat ini terus berbenah. Sejak pertama adanya keluhaan dari masyarakat terkait ikan yang mati, soal tanaman kangkung, rumah yang retak itu diberikan kompensasi.
Ia juga menjelaskan, pihak perusahaan sekarang dalam tahap proses pembiakan bakteri pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk meminimalisir atau menghilangkan bau dan semua itu butuh waktu.
“Intinya semua keluhan setiap hari, kalau ada, kami pemerintah setempat selalu meneruskan ini kepada pimpinan, Dinas Lingkungan Hidup dan perusahan tersebut,” jelas Lengkong.
“Jadi bukan pembiaran dan dikonsumsi oleh masyarakt luar. Makasih,” tegasnya.
Kata Lengkong, untuk masalah bau yang menjadi keluhan sekarang ini, tinggal soal alam, dibawa oleh angin. Kadang-kadang juga berbau macam-macam dan sumber bukan hanya dari Futai.
“Kalo dari asap berarti setiap hari, setiap waktu berbau, tapi ini tinggal di mana tiupan arah angin. Bole cek juga masyarakat lain yang tinggal daerah Futai, rumah saya sendiri juga hanya dekat,” jelasnya.
“Masalah limbah tentunya lebih ke dinas terkait yang menjawab, karena kami pemerintah setempat lebih ke menyampaikan keluhan masyarakat. Baik Dinas Lingkungan Hidup untuk turun mengecek dan mengevaluasi perusahan untuk bertanggung jawab atas keluhan-keluhan ini,” tandasnya.(Reinhard Loris)