Penulis: Rikson Karundeng
MANGUNINEWS.COM, Tomohon – Program Pendidikan Profesi Arsitek (PP Ars) segera hadir di Institut Teknologi Minaesa (ITM). Hal itu terungkap dalam kegiatan seminar “Tren Atap Masa Depan dan Era Baru Reformasi Arsitek di Indonesia,” dan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) antara ITM dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Agenda ini digelar di Hotel Jhoanie, Tomohon, Rabu (17/05/2023).
Kehadiran PP Ars ini nanti akan sangat menguntungkan berbagai pihak. Ketua IAI Provinsi Sulawesi Utara, Ar. J. R. Denny Rorie, S.T., M.M., IAI., menjelaskan setelah adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang arsitek dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021, maka profesi arsitek sudah diakui oleh negara.
“Proffesional regulation, jadi ada konsekwensi hukum di situ. Sarjana arsitek atau sarjana teknik, bukan arsitek. Tidak bisa menyebutkan diri sebagai arsitek, karena kalau ada klien melaporkan merasa dirugikan karena praktek seseorang yang belum berstatus arsitek, itu bisa dianggap penipuan,” kata Rorie.
Menurutnya, IAI berkewajiban membina lulusan arsitek S1 di Indonesia. Dijelaskan, lulusan S1 itu 8 semester. Sementara standar International Union of Architects, pendidikan profesi arsitek itu 10 semester.
“Akhirnya dicari solusi. Di Indonesia dibentuk PP Ars. Seperti yang kita lakukan saat ini. Agar supaya setara dengan seluruh universitas di seluruh dunia. Jadi harus tambah kuliah dua semester lagi. Atau dia bisa mengambil S2, Magister Arsitektur alur Perancangan. Karena ada alur Urban Desain atau Perencanaan Kota dan Sains Bangunan. Kalau dia mengambil S2 Perancangan, nah itu setara dengan PP Ars. Memang kelebihannya empat semester, tapi ada gelar magister di situ,” terang Rorie.
Dijelaskan lebih lanjut, setelah terbentuknya undang-undang, pemerintah membuat Dewan Arsitek Indonesia yang mewakili pemerintah atau presiden. Mereka dilantik oleh kementerian terkait.
“Waktu itu tahun 2021, dewan ini sembilan orang. Tujuh dari arsitek, satu dari masyarakat umum, dan satu dari pengguna jasa. Itu dilantik untuk meregister arsitek di Indonesia,” tandasnya.
Tahapan-tahapan harus diikuti. Setelah tamat PP Ars, ada sejumlah tahapan lain yang wajib dilalui agar bisa dinyatakan berkompeten sebagai arsitek.
“Untuk angkatan 2017 ke atas itu PP Ars. Yang ke bawah bisa portofolio. Sesudah itu magang dua tahun atau 4000 jam. Kalau kita hitung-hitung, satu hari delapan jam. Jadi sama dengan dokter, setelah lulus sarjana kedokteran dia harus koas di rumah sakit. Itu sama dengan pendidikan profesi. Kemudian dilantik, dapat sertifikat profesi dengan mendapat SKK jenjang 7. Jadi setara arsitek muda,” paparnya.
Setelah meraih arsitek muda, nanti satu tahun kemudian menjadi arsitek madya. “Untuk tahap ini sudah kita jalani, mempersiapkan anggota kita. Anggota kita di Sulawesi Utara hampir mencapai 500 orang. Mereka masih ada yang sarjana, ada yang sudah profesional. Kalau dokter di IDI (Ikatan Dokter Indonesia), menerima yang sudah dokter. Kalau kita di IAI, ada tugas kita untuk membina. Kita bina ikut tersertifikasi,” terang Rorie.
Untuk mendapatkan surat tanda registrasi arsitek, diakui ada banyak tahapan yang harus diikuti. Harus ikut penataran kode etik, pengembangan profesi yang arsitek 1 sampai 3. Itu semua tak didapat di bangku kuliah.
IAI harus mempersiapkan para calon arsitek dengan banyak tahapan. Harus menguasai 13 kompetensi arsitek dan mengikuti kegiatan-kegiatan seperti yang dilakukan IAI dengan ITM hari ini.
“Ini kegiatan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. Ini wajib karena ada kum. Jadi yang ber-STRA, jangka waktunya lima tahun. Di lima tahun dia harus mengumpulkan 200 kum,” kata Rorie.
Dijelaskan lagi, jika seorang arsitek tidak pernah mengikuti kegiatan, apalagi tidak ada proyek, perpanjangan sertifikat kompetensi tidak bisa. Harus menunggu kumnya lengkap. Jadi terpending. Seperti dokter yang selama lima tahun tidak ada pasien.
“Untuk memperpanjang tentu ada syarat-syarat tertentu. Karena dianggap tidak kompetensi lagi. Jadi harus mengikuti semua kegiatan, baik di daerah maupun di tingkat nasional. Agar supaya kebutuhan kum terpenuhi. Itu jadi masalah terbanyak di anggota kita. Kekurangan kum,” bebernya.
“Karena di IAI, melalui kegiatan seperti ini, per tahun hanya bisa sampai minimal 40 kum. Itu yang menjadi hambatan. Tapi kita sebagai pengurus berupaya supaya kegiatan-kegiatan seperti ini terus digelar,” sambungnya.
Dalam kegiatan seperti yang digelar IAI bersama ITM ini, biasanya mereka menggandeng mitra. “Jadi sponsor itu mitra kami. Mitra untuk memperkenalkan produk. Karena arsitek tidak mengenal produk, akan ketinggalan. Nanti dia pakai kayu di plafon, pake kayu di kuda-kuda, padahal sekarang sudah era baja, kayu sudah sulit. Kayu satu waktu sudah kurang dan mahal, jadi harus ikuti terus perkembangan,” ujarnya.
Kaitan dengan ITM yang akan membuka PP Ars, menurut Rorie itu kebutuhan. Apalagi di Sulawesi Utara belum ada. Unsrat sudah mengusulkan tapi belum buka juga hingga sekarang. Di Indonesia Timur, baru di UMI Makasar yang ada.
Kata Rorie, lulusan 2017 ke atas mengalami kesulitan untuk meningkatkan kompetensi, atau mau jadi arsitek sulit. Akhirnya harus ke Jawa. Bisa berpraktek, tapi harus ikut konsultan atau biro-biro arsitek yang sudah mulai besar. Di situ dia dibina, tapi untuk menjadi arsitek ada tahapan-tahapan.
“Hanya bukan berarti tamat S1 tidak bisa. Kalau mau jadi pegawai negeri, silahkan. Di PU (Pekerjaan Umum), Bapeda bisa, tapi dia tidak bisa menyebutkan dia sebagai arsitek. Sarjana kedokteran bukan dokter, sarjana hukum bukan notaris, harus ikut pendidikan profesi dulu. Ini hal-hal baru yang ada di daerah kita, karena PP Ars itu paling banyak di Jawa,” jelasnya.
PP Ars di ITM akan sangat penting dan membawa keuntungan bagi para calon arsitek dalam meningkatkan kompetensi. Secara khusus lagi untuk lulusan 2017 ke atas.
Syarat melaksanakan PP Ars, kampus atau perguruan tinggi harus bekerja sama dengan IAI. Harus ada MoA, karena setengah dari dosen pengajar harus praktisi.
“Jadi setengah dosen universitas atau institut, setengah dari IAI profesi, supaya mereka dididik untuk siap kerja. Sesudah PP Ars itu, yang 4000 jam itu diserahkan ke IAI. Itu tugas IAI untuk melaksanakan magang. Itu kenapa peran IAI sangat penting dalam proses menghadirkan PP Ars di kampus. Tahapan awal harus ada MoA karena harus diinput di Dikti,” kata Rorie.
Di ITM sudah ada MoA dengan IAI Provinsi Sulut. Setalah MoA ini, nanti akan ada MoA antara ITM dengan pengurus nasional IAI. “Nanti ketua nasional akan datang untuk MoA. Jadi akan ada dua kesepakatan yang akan dilaksanakan,” ungkapnya.
Menurut Rorie, baik pihak ITM maupun IAI berharap semester depan PP Ars di Tomohon sudah dibuka.
“Memang banyak syarat yang harus dipersiapkan untuk PP Ars ini. Ruang kuliah seperti apa, tenaga pengajar, toilet, kelengkapan studio, komputer itu sudah ditentukan, bukan seperti S1. Semester depan di ITM pasti sudah bisa,” harap Rorie.